Berkunjung ke Masjid Kaliwulu – Cirebon

Masjid Syekh Abdurrahman, Kaliwulu (foto: Jaka/2014)
 Cirebon, sebuah daerah yang kaya akan sejarah dan budaya. Berbagai karya tulis banyak memuat sejarah tentang Cirebon. Dimulai dari awal berdirinya, masa kesultanan, perpecahan keraton akibat konflik internal keraton, campur tangan penjajah Belanda, dibawah pemerintahan Hindia-Belanda, sampai perkembangan di masa kemerdekaan Republik Indonesia dan sekarang.

Dalam penyebaran agama Islam di Nusantara, nama Cirebon sangat sentral dimana Sunan Gunung Jati, salah satu dari Wali Sanga, memusatkan dakwah dari Cirebon.Tidak salah jika Cirebon juga dijuluki sebagai kota Wali. Berbagai peninggalan berupa prasasti maupun bangunan bersejarah begitu mudah dijumpai hingga kini. Meski sebagian kondisinya sangat memprihatinkan.

Salah satu bangunan bernilai sejarah yang masih terawat dan berfungsi dengan baik hingga kini adalah Masjid Syekh Abdurrahman. Penamaan masjid mengambil nama pendirinya, Syekh Syarif Abdurrahman. Masjid kuno yang berusia ratusan tahun tersebut berdiri tidak seperti layaknya bangunan modern, yakni berdiri tanpa pondasi.

Berdasarkan cerita masyarakat setempat, awalnya masjid tersebut berada di sebelah utara sekitar 500 meter dari posisi sekarang. Suatu ketika, bangunan tersebut dipindahkan dengan cara diangkat, terbang menuju blok Kauman. Proses pemindahan masjid tersebut tanpa disertai dengan pondasinya. Sampai saat ini masih ada sisa-sisa yang diduga pondasi yang tertinggal di tempat semula berdiri.

Desa Kaliwulu berjarak sekitar 10 km ke barat daya dari Stasiun Kejaksan di Jalan Siliwangi, dengan menyusuri Jalur Cirebon-Bandung (Jalan Kartini, Jalan Tuparev, Jalan Kedawung). Kemudian bisa masuk melalui Jalan Syekh Datul Kahfi, pusat Batik Trusmi, Plered. Tidak jauh dari situ kita akan sampai pada sebuah desa bernama Desa Kaliwulu. Letak masjid berada di Blok Kauman, Desa Kaliwulu, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon.

Nama Desa Kaliwulu, menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat, berawal ketika Sunan gunung Jati singgah di daerah ini dalam perjalanan dari Cirebon menuju Galuh. Dalam persinggahan ini seorang dari rombongan ditugaskan untuk mencari tempat wudhu. Sebuah sungai kemudian ditemukan dan dijadikan tempat untuk berwudhu. Singkat cerita kemudian berdiri sebuah desa bernama desa Kaliwulu. Kepala desa pertamanya adalah Ki Gede Kaliwulu yang kini makamnya berada di halaman masjid. Ki Gede Kaliwulu memiliki nama asli Syekh Syarif Abdurrahman. Beliau anak dari Pangeran Panjunan, keturunan Sunan Gunung Jati.

Masjid Syekh Abdurrahman masyarakat menyebutnya juga dengan nama Masjid Kaliwulu, karena letaknya di desa Kaliwulu. Lingkungan sekitar masjid masih begitu alami, dengan banyaknya pohon rindang. Areal masjid dikelilingi tembok bata merah setinggi -/+ 1 meter. Dua pintu kecil sebagai pintu masuk areal masjid berada di sisi barat.

Bangunan masjid saat ini ada lima bagian. Bangunan utama di sisi selatan merupakan bangunan asli yang berumur ratusan tahun, tertulis tahun perbaikan pada 1227 Hijriyah. Satu bangunan yang lebih baru menyambung dengan bangunan utama. Di bagian sayap kiri dan kanan bangunan tersebut terdapat dua bangunan lagi yang dibangun sekitar tahun 1990-an. Kolom-kolom tiang bangunan memakai kayu dengan balok berukuran 20×20 cm. Di bagian halaman buritan sebelah utara terdapat kebuyutan, yakni makam Syekh Abdurrahman yang ditutup bangunan beratap sirap.

***
Dirangkum dari berbagai sumber, terutama dan terima kasih untuk beberapa masyarakat setempat pada Agustus 2014
Credit & Foto: Jaka Sapana

(elgibrany | 2014)
Sumber: elgibrany

No comments

Komentar sedulur sekalian akan sangat berarti untuk perkembangan blog ini dan mudah-mudahan akan menambah wawasan kita bersama.
Nuhun.
\\Mohon maaf tidak semua pertanyaan mampu dijawab oleh Admin\\

Powered by Blogger.